Sabtu, 16 Maret 2013

Adilnya Pembagian Waris dalam Islam

Keadilan adalah azas tegaknya alam semesta... KARENAnya, wajar bila keadilan adalah bagian dari prinsip utama syariat Islam. Dari ALLAh membenci dan menerangi segala bentuk kezaliman.  "Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat zalim" (Q.S. Ali - Imran : 57)


وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ 
Ali Imran : 57 ::: Allah SWT, menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan orang-orang yang melakukan amal saleh yaitu orang-orang yang membenarkan Nabi Muhammad saw mengakui kenabiannya, dan mengakui Kitab yang dibawanya (Alquran), mengamalkan segala perintah Allah SWT, serta meninggalkan semua larangan-Nya, Allah SWT, akan menyempurnakan pahala mereka, tanpa ada kekurangan sediktpun. 
Sesudah itu dijelaskan bahwa orang-orang yang mempunyai sifat sebaliknya berarti mereka telah menganiaya diri sendiri, mereka tidak dicintai Allah dan akan mendapat siksaan yang sangat pedih.




Bukan hanya mengharamkannya atas ummat manusia saja, bahkan Allah juga mengharamkannya atas diri-Nya sendiri. "Wahaihamba-hambaku, Sesungguhnya Aku mengharamkan tindak kezaliman atas diri-Ku sendiri, dan Aku mengharamkannya atas kalian, maka jangan saling menzalimi"

Kita bisa bayangkan betapa pentingnya keadilan, bila ternyata Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa juga mengharamkan tindak kezaliman atas diri-Nya. Begitu juga dalam hal waris, Allah menentukan bahwa bagian anak lelaki dari warisan orang tuanya dua kali (2x) lipat dari warisan anak wanita, maka itu sesuai dengan kodrat mereka.  "Allah telah mensyariatkan atas kalian perhal warisan anak-anakmu... Anak lelaki mendapatkan bagian sama dengan bagian dua anak wanita." (Q.S. An-Nisa : 11)

يُوصِيكُمُ اللَّـهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ‌ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَ‌كَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَ‌كَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِ‌ثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُ‌ونَ أَيُّهُمْ أَقْرَ‌بُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِ‌يضَةً       مِّنَ اللَّـهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا



Syariat ini selaras  dengan garis kodrat lelaki yang berkewajiban untuk menafkahi dan memimpin kaum wanita. Dengan demikian, syariat ini adil dan tidak ada yang  perlu dirisaukan. Walaupun wanita mendapatkan bagian yang sedikit, seluruh bagiannya itu hanya ia nikmati seorang diri. Sebab itu, walaupun nominalnya kecil, faktor pembaginya hanyaseorang, maka hasilnya menjadi besar. Adapun anak lelaki, walau ia mendapatkan bagian dua kali (2x) lipat ia harus menggunakannya untuk menfakhi istri dan anak-anaknya. Dengan demikian, walaupun nominalnya besar, pada akhirnya menjadi sedikit.

"Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian lainnya (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) memberikan nafkah dari hartanya" (Q.S. An-Nisa : 34)

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرً